Sabtu, 06 Februari 2016

HANTU DI PERTANIAN DUNKIRK SIDESTORY : PENANGKAPAN JEB MOORE bagian 5

Sebelumnya di HANTU DI PERTANIAN DUNKIRK SIDESTORY : PENANGKAPAN JEB MOORE bagian 4




Dari balik perlindungannya, palung tempat minum kuda yang dibaringkan miring, O’Shea mengamati Jeb Moore dan Billy Tomkins lari lintang-pukang kembali ke rumah.


Tangannya menimang-nimang batu sebesar kepala bayi, siap dilemparkan ke atas peluru-peluru yang berjajar di atas tanah. Sejujurnya ia tak sepenuhnya yakin rencananya ini berhasil, namun peluru-peluru tua dari gudang itu mengingatkannya pada pengalamannya ketika remaja dulu.

O’Shea masih mengingat hari itu seperti baru kemarin. Ia berada di halaman belakang rumah Pak Tua Jameson sambil menunggu orang tuanya selesai bertamu. Keluarga Pak Tua Jameson sering berlatih menembak di halaman belakang, dan O’Shea sering bermain “mencari harta” di sana. Sebenarnya yang dilakukannya hanyalah mengumpulkan peluru-peluru tua berkarat, namun ia senang melakukannya.

Matahari memancar terik. Angin berhembus malas-malasan. Sebentar saja O’Shea bosan. Sambil setengah melamun ia memukul-mukul peluru tua yang dikumpulkannya. Tiba-tiba… DOR!

O’Shea jatuh terjengkang. Telinganya berdenging keras. Tahu-tahu saja ia sudah dikelilingi banyak orang. Ayahnya datang bergegas dengan ketakutan. Rasa lega di wajahnya berubah merah padam karena marah. Bila tidak dicegah Ibu, habislah ia dihajar Ayah.

“Sudah berapa kali kukatakan, jangan main-main dengan peluru, hah? Kalau kaupukul, peluru itu bisa meledak! Untung kau tidak mati!” sembur Ayah.

Sejak itu O’Shea selalu berhati-hati menangani peluru. Namun siapa sangka sekarang nasibnya tergantung pada peluru-peluru tua itu?

O’Shea menghela napas. Peluru yang meledak tadi adalah percobaan yang kesekian kali. Ia tak yakin semua peluru itu masih bisa meledak bila tertimpa batu, namun saat ini, itulah satu-satunya peluang baginya dan Hantu untuk mengulur waktu sampai bantuan datang.

Ia mencoba lagi. Dilemparnya batu itu hingga menimpa peluru terdekat, lalu merunduk. DOR! O’Shea nyaris tak sempat berlindung. Sekali lagi… DOR! Sekali lagi… DOR!

Dari arah rumah terdengar bunyi kaca jendela pecah, lalu seseorang menembak.

Sekali. Dua kali. Arahnya menjauh dari tempat O’Shea merunduk.

“O’Shea!” panggil Jeb. “Masih hidup, eh?”

“Yeah,” sahut O’Shea. “Kau gagal membunuhku, Jeb.”

Terdengar Jeb memaki-maki. “Kali ini aku tak akan gagal lagi, O’Shea!”

“Oya?” O’Shea sengaja tertawa terbahak-bahak, mengejek Jeb. “Aku tak yakin, Jeb. Jadi penjahat kelas teri saja kau tidak becus, apalagi mau membunuh orang. Bukan levelmu, tahu!”

Suara Jeb memaki lebih keras, disusul serentetan tembakan. O’Shea melemparkan batu satu demi satu ke atas barisan peluru. Sekali… DOR! Sekali lagi… DOR!

Tembakan Jeb berhenti. Beberapa saat kemudian suaranya terdengar lagi. “Tak apa, tertawa sajalah. Malam ini kucabut nyawamu, O’Shea. Setelah itu kubakar habis rumah ini supaya tidak ada bukti. Setelah itu aku akan pergi sejauh mungkin dari sini. Tak ada yang bisa menangkapku!”

“Salah besar, Jeb. Salah satu temanmu pasti akan berkicau. Mereka selalu begitu, kan? Apalagi sekarang. Bukankah ada temanmu yang kautinggalkan di belakang, Jeb? Kau yakin dia sudah mati? Kalau dia belum mati, aku bisa membuatnya bicara Jeb, dan dia akan bicara banyak tentang kamu.”

Sambil meraung ganas, Jeb Moore menembakkan senjatanya dengan membabi buta.

O’Shea berdoa dalam hati agar bantuan segera datang. Pelurunya sudah hampir habis.



8 komentar:

  1. Manaaaaaaaaaaa lanjutannya sis??
    Kepo pingn cpt selesai

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehehe... sabar nggih, mbak wid...

      matur nuwun rawuhipun...
      eh, aku supan bingit yak !!! :D :D :D

      Hapus
  2. Proses penangkapannya ini hlo bnr2 menegangkan :-)
    Gemes mba!

    BalasHapus
  3. Uwaaaa ..... Soal pelurunya tu cerdas soro itu bu Daniiii !!!! *takjub
    Aq ngerapel hari ini bu :)))) *gada sing tanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih sudah singgah, mbak...

      dirapel juga gpp kok... :D :D :D

      Hapus