Minggu, 23 Oktober 2016

KOBALT, MATT, DAN PERKELAHIAN ITU





“Ah, Hugo. Sudah kuduga kau muncul,” dengkur Master Fufu dari tenggerannya di atas dahan pohon.



Anjing besar bertelinga runcing itu memamerkan taringnya. “Fufu. Lama tak bertemu.”

“Apa urusanmu di sini, Hugo? Kukira kau sudah pensiun.”

“Majikanmu mengganggu majikanku. Tugasku menyingkirkan gangguan itu.”

“Masih menghamba pada Manusia, rupanya?” kekeh Master Fufu.

Hugo menggeram. “Sahabat, bukan hamba.”

Tawa Master Fufu makin keras. “Apa bedanya?”

Kobalt sedang menguping pembicaraan itu ketika telinganya menangkap suara-suara dari dalam rumah. Rupanya kehadiran para penyusup itu sudah diketahui, dan pemilik rumah juga sedang bersiap-siap. Didengarnya seorang Manusia berkata dengan panik, “Bangunkan Matt. Kita harus segera pergi dari sini.”

Kemudian sebuah suara yang akrab di telinganya menjawab dengan sedikit gemetar. “Aku sudah siap.”

Matt! Itu suara Matt! Matt-nya!

Dengan tergesa Kobalt bangkit. Matt ada di sini! Tiba-tiba sebuah cakar besar mencengkeram tengkuknya. “Tenang, Nak. Tempatmu di sini bersamaku.”

Kobalt meronta, berusaha lepas dari cengkeraman Figaro, tapi kucing besar itu lebih kuat. “Matt ada di sini! Aku harus mencarinya!”

“Kita menunggu perintah Fufu. Dia pemimpin kita dan kau harus patuh. Urusan lain bisa menunggu.”

Dengan berat hati Kobalt kembali merunduk.

Di seberang halaman, situasi makin tegang. Hugo sudah berkali-kali memamerkan taringnya sambil berusaha melepaskan diri dari kekang.  Ledekan-ledekan Master Fufu membuatnya berang.  Di belakangnya, Anjing-Anjing lain gelisah, tak sabar beraksi.

Tiba-tiba saja Manusia yang memegang kekang Hugo melepaskan talinya, diikuti lepasnya Anjing-Anjing lain. Hugo melesat maju, mengincar Master Fufu. Sambil mengeong keras Master Fufu melompat ke punggung Hugo. Itu isyarat yang ditunggu kucing-kucing lain. Segera saja mereka melesat dari segala penjuru halaman. Anjing dan Kucing saling mengincar anggota tubuh yang bisa digigit atau dicakar.

“Ini yang kutunggu sedari tadi,” geram Figaro. Dengan lincah ia melenting keluar dari gerumbul ilalang dengan cakar terangkat, siap mencabik wajah seekor Anjing yang sudah menunggunya dengan mata liar dan liur menetes.

Perkelahian dimulai.







2 komentar: